Differences

This shows you the differences between two versions of the page.

Link to this comparison view

Both sides previous revision Previous revision
Next revision
Previous revision
sosialekonomi:paludikultur [2022/10/20 09:24] – removed - external edit (Unknown date) 127.0.0.1sosialekonomi:paludikultur [2023/04/14 10:23] (current) Rabbirl Yarham Mahardika
Line 1: Line 1:
 +====== Paludikultur ======
 +
 +Paludikultur berasal dari Bahasa Latin '//Palus//' yang berarti Rawa dan '//culture'// yang artinya Budidaya. Paludikultur adalah budidaya tanpa pengeringan (drainase) di lahan gambut yang basah atau lahan gambut yang telah dilakukan pembasahan serta melakukan penanaman spesies asli gambut. Paludikultur merupakan teknik penggunaan lahan gambut secara produktif dengan tetap mempertahankan peran dan fungsi dari ekosistem gambut tersebut.
 +
 +Paludikultur merupakan teknik penggunaan lahan gambut secara produktif. Pengembangan paludikultur meliputi penanaman tanaman budidaya, termasuk juga didalamnya budidaya ikan, ternak di hutan dan lahan gambut (//silvo-fishery// dan //silvo-pasture//), serta ekoturisme berbasis lahan gambut sepanjang peran dan fungsi ekosistem gambutnya tidak terganggu (Tata dan Susmianto, 2016). Secara prinsip paludikultur merupakan teknik adaptasi jenis-jenis tanaman (terutama jenis-jenis lokal) dengan kondisi biofisik alami ekosistem gambut.
 +
 +Paludikultur atau budi daya di lahan rawa dan rawa gambut tergenang semakin dikenal sebagai alternatif teknik rehabilitasi lahan gambut terdegradasi, sejak adanya masalah lingkungan akibat pembangunan kanal besar-besaran terutama di proyek lahan gambut (PLG) sejuta hektar. PLG ini pada awalnya dibangun dengan membuat drainase dalam rangka menyiapkan lahan pertanian sejuta hektar dari lahan gambut guna mengatasi kekurangan pangan (Noor, 2010).
 +
 +----
 +
 +{{https://wikigambut.id/lib/plugins/ckgedit/fckeditor/userfiles/image/paludikultur.jpg?nolink&450x300|paludikultur.jpg}}
 +
 +Gambar 1. Paludikultur Lahan Gambut
 +
 +Budi daya di lahan rawa dan gambut tipis secara tradisional dalam skala kecil di Indonesia, khususnya oleh masyarakat tradisional di Kalimantan (pada umumnya suku Dayak) telah berlangsung sejak jaman dahulu (Najiyati et al., 2005; Osaki et al., 2016). Di Kalimantan, budi daya di lahan rawa dan rawa gambut tipis dilakukan dengan melakukan pengelolaan air, yaitu dengan membangun saluran air, yang disebut dengan sistem handil (Sandrawati, 2004).
 +
 +Hasil Penelitian Yuwati //et al//. (2018) menunjukkan beberapa jenis komoditas unggulan asli dari lahan gambut yang berpotensi untuk terus dibudidayakan dan dikembangkan, di antaranya adalah purun, galam, rumbia, belangeran dan gerunggang.
 +
 +**1. Purun**
 +
 +Purun termasuk sejenis rumput teki-tekian (famili //Cyperaceae//). Purun memiliki batang lurus berongga dan tidak berdaun. Purun dapat ditemukan di daerah terbuka di lahan rawa yang tergenang air, pada ketinggian 0-1350 m dpl. Tumbuhan ini tahan dengan kondisi lahan yang masam, sehingga banyak ditemukan di lahan gambut. Terdapat beberapa jenis purun, antara lain : purun tikus (//Eleocharis dulcis//), purun danau (//Lepironia articulata //Retz.) dan purun bajang.
 +
 +{{https://tabloidsinartani.com/uploads/news/images/770x413/-_210628160921-855.jpg?nolink&450x241|210628160921-855.jpg}}
 +
 +Gambar 2. Purun Tikus ([[https://tabloidsinartani.com/|https://tabloidsinartani.com/]])
 +
 +Masyarakat di lahan gambut Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan telah menggunakan purun sebagai bahan baku untuk kerajinan tangan. Produk yang dihasilkan antara lain: tikar, topi, keranjang, tas, bakul, dan lain-lain. Dibandingkan purun tikus, purun danau paling banyak digunakan sebagai bahan baku anyaman karena lebih kuat dan tidak mudah putus. Beberapa daerah penghasil ayaman purun adalah Desa Sungai Kali, Kec. Barambai, Kab. Barito Kuala; Kec. Anjir Serapat, Kab. Kapuas, dan Kampung Purun, Kota Banjarbaru.
 +
 +**2. Galam (//Melaleuca cajuputi//)**
 +
 +Galam merupakan jenis tumbuhan berkayu berbentuk pohon yang tumbuh sangat subur di lahan rawa gambut masam dan merupakan salah satu tumbuhan indikator tanah berpirit atau tanah sulfat masam. Tanaman ini sangat adaptif dengan kondisi masam ber-pH 3-4 bahkan dikenal sangat dominan di lahan rawa. Tegakan galam yang tumbuh di suatu lahan seolah-olah “membunuh” jenis tanaman berkayu lainnya sehingga terlihat dominan di lingkungannya. Menurut masyarakat di Desa Dadahup, Kab. Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah pertumbuhan galam terlihat lebih baik dan bagus ketika ditanam di lahan berair bila dibandingkan dengan tegakan galam yang ditanam area gundukan/pematang, khususnya pada kecepatan tumbuh dan ukuran diameter.
 +
 +{{https://wikigambut.id/lib/plugins/ckgedit/fckeditor/userfiles/image/sosialekonomi/gelam.jpg?nolink&450x338|gelam.jpg}}
 +
 +Gambar 3. Gelam di Lahan Gambut ([[https://bpsilhk-kuok.org|https://bpsilhk-kuok.org]])
 +
 +**3. Rumbia (//Metroxylon sago//)**
 +
 +Tanaman Rumbia atau rumbia (//Metroxylon sago//) merupakan salah satu komoditas bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat. Rumbia juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan yang antara lain dapat diolah menjadi bahan makanan seperti kue kering, mie, biskuit, kerupuk, bubur runting, empek-empek, dan lain-lain. Rumbia merupakan jenis pohon palma yang merumpun, dengan akar rimpang yang panjang dan bercabang-cabang, tinggi tajuk 10 m atau lebih dan diameter batang mencapai 60 cm. Daun-daun besar, majemuk menyirip, panjang hingga 7 m, dengan panjang anak daun lebih kurang 1,5 m; bertangkai panjang dan berpelepah. Rumbia berbunga dan berbuah sekali (monocarpic) dan sudah itu mati. Karangan bunga bentuk tongkol, panjang hingga 5 m. Berumah satu (monoesis), bunga rumbia berbau kurang enak.
 +
 +{{https://lipi.go.id/public/uploads/berita/berita_sagu.jpg?nolink&450x375|Tanaman Sagu Bantu Restorasi Lahan Gambut | Lembaga Ilmu Pengetahuan  Indonesia}}
 +
 +Gambar 4. Rumbia atau sagu di Lahan Gambut ([[http://lipi.go.id/|http://lipi.go.id/]])
 +
 +**4. Gerunggang**
 +
 +Gerunggang memiliki nama ilmiah //Cratoxylon arborescens // (Vahl.) Blume yang sinonim dengan //C. cuneatum// Miq. dan //C.arborescens// (Vahl.) Blume var miquelli King. Jenis ini termasuk dalam famili Clusiaceae. Dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama dagang Geronggang. Di Indonesia jenis ini dikenal dengan nama daerah Lele (Sumatera Utara) dan Gerunggang (Kalimantan) (Soerianegara dan Lemmens, 2002).
 +
 +Geronggang dijumpai tersebar di daerah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (Martawijaya et al, 2005). Geronggang merupakan salah satu jenis tumbuhan asli hutan rawa gambut, namun juga dapat tumbuh pada tanah berpasir atau tanah lempung berpasir. Jenis ini dapat tumbuh pada daerah dengan tipe iklim A dan B pada ketinggian di atas 900 m dpl. Beberapa daerah d Sabah jenis ini dapat tumbuh pada ketinggian lebih dari 1800 m dpl (Soerianegara dan Lemmens, 2002). Deskripsi jenis gerunggang adalah sebagai berikut : berbentuk pohon dengan tinggi sekitar 35-50 m, diameter dapat mencapai 60-100 cm, batang bebas cabang hingga 27 m, batang bagian bawah lurus atau berbentuk kurang bagus, tidak berbanir, permukaan pepagan licin atau bersisik seperti kertas hingga bercelah, di bagian pangkal batang mengeluarkan getah transparan berwarna kuning, jingga atau merah (Soerianegara dan Lemmens, 2002).
 +
 +{{https://www.menlhk.go.id/uploads/site/post/1571019603.jpg?nolink&450x338|Mencegah Karhutla dengan Gerunggang}}
 +
 +Gambar 5. Gerunggang di Lahan Gambut ([[https://www.menlhk.go.id/site/single_post/2439|https://www.menlhk.go.id/site/single_post/2439]])
 +
 +**5. Belangeran**
 +
 +Balangeran merupakan jenis tanaman yang cukup potensial untuk dikembangkan di hutan rawa gambut. Jenis tersebut termasuk jenis pohon komersial dimana pada umumnya terdapat secara berkelompok (Martawijata, et al., 1989). Daerah persebaran jenis balangeran yaitu di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Persebaran di Sumatera terdapat di Sumatera Selatan yaitu Bangka Belitung, sedangkan di Pulau Kalimatan terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah.
 +
 +Nama daerah balangeran di setiap daerah berbeda. Di Kalimantan dikenal dengan nama belangiran, kahoi, kawi dan di Sumatera dikenal dengan nama belangeran, belangir, melangir. Permudaan alam terdapat bersama-sama dengan jenis lain dalam hutan yang heterogen terutama dengan jenis keruing, tembesu, bintangur, ramin. Balangeran seringkali tumbuh secara berkelompok. Untuk permudaan buatan dapat dilakukan dengan menanam bibit yang tingginya 30-50 cm dengan penanaman di dalam jalur dengan lebar 2-3 m yang telah dibersihkan. Jarak tanam 3 m dengan jarak antar jalur 5-6 m. Pada tanaman muda memerlukan pemeliharaan selama 4-5 tahun. Ketika dewasa memerlukan kondisi cahaya penuh, sehingga diperlukan pemeliharaan dengan membuka ruang tumbuh (Heyne, 1987; BPK Banjarbaru, 2012).
 +
 +{{https://wikigambut.id/_media/tumbuhan/bibit_shorea_belangeran.jpeg?nolink&450x600|bibit_shorea_belangeran.jpeg}}
 +
 +Gambar 6. Belangeran untuk restorasi gambut
 +
 +**Referensi**
 +
 +BPK Banjarbaru. 2012. Budidaya Shorea balangeran di lahan gambut. Suryanto, Tjuk S. Hadi dan Endang Savitri (eds). BPK Banjarbaru.
 +
 +Hyne, K., 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan
 +
 +Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir, K., dan S.A. Prawira, 1989. Atlas Kayu Indonesia . Jilid II. P 20-24
 +
 +Najiyati, S., L. Muslihat, dan I N.N. Suryadiputra. 2005. Panduan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests, and Wetlands in Indonesia. Wetlands International-Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia.
 +
 +Noor, M. 2010. Lahan Gambut: Pengembangan, Konservasi dan Perubahan Iklim. Gadjah Mada University Press, 212 hlm, Jogjakarta
 +
 +Osaki, M., Nursyamsi, D., Noor, M., Wahyunto., Segah, H. 2016. Peatland in Indonesia. In: Osaki, M. & Tsuji, N. (eds). Tropical Peatlands Ecosystems. Pp: 49-58. Tokyo: Springer.
 +
 +Sandrawati, A. 2004. Lesson learnt pengelolaan lahan gambut di Indonesia. Skripsi Sarjana. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
 +
 +Soerianegara, I, Lemmens, R.H.M.J dan Wong, W.C 1995. Timber Trees: Minor Commercial Timbers. Plant Reseources of South-East Asia. Prosea. No. 5(2). P. 225 - 230
 +
 +Tata, H. L., Susmianto, A. (2016). Prospek Paludikultur Ekosistem Gambut Indonesia. (I. W. S. & M. Dharmawan, Ed.). Forda Press. Retrieved from https:// [[http://www.researchgate.net/publication/305567035|www.researchgate.net/publication/305567035]]. Yuwati, T. W., Junaidah, R. S. W., Rachmanadi, D. 2018. Komoditas unggulan paludikultur di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah //
 +