Differences
This shows you the differences between two versions of the page.
Both sides previous revision Previous revision Next revision | Previous revision | ||
sejarah:gambut_era_orde_lama [2022/10/14 08:24] – removed - external edit (Unknown date) 127.0.0.1 | sejarah:gambut_era_orde_lama [2023/02/04 11:10] (current) – Yusi Septriandi | ||
---|---|---|---|
Line 1: | Line 1: | ||
+ | ====== Gambut Era Orde Lama ====== | ||
+ | |||
+ | Sampai masa ini istilah gambut belum dikenal masyarakat lokal Sumatera Selatan. Mereka masih menyebut rawa gambut sebagai rawang. Ada beberapa kelompok masyarakat yang tinggal dan berkehidupan di areal rawang; salah satunya adalah orang Medak yang tinggal di rawang-rawang hulu Sungai Medak, Kabupaten Musi Banyuasin. Orang melayu, sebagai etnis mayoritas, pada umumnya memilih tinggal di areal lahan kering yang disebut talang. Di wilayah yang kini termasuk Kota Palembang, Kabupaten Banyuasin, Musi Banyuasin, Ogan Ilir, dan Ogan Komering Ilir jejak permukiman talang masih terlihat nyata. | ||
+ | |||
+ | Perikanan tangkap adalah penghidupan utama bagi masyarakat rawang dan sebagian masyarakat talang. Selain ikan, vegetasi purun dan pandan rawa menjadi sumber penopang penghidupan pengrajin tikar dan anyaman. Dalam masa 1950-an dan 1960-an, kemarau panjang memicu penggunaan rawa gambut yang kering dan bekas pembalakan kayu menjadi penghasil padi dengan sistem sonor. | ||
+ | |||
+ | Penguasaan rawa gambut pada saat itu mengikuti sistem penguasaan marga. Penguasaan komunal marga ini sedikit bergeser menjadi penguasaan individu dan kelompok penebang kayu, sebuah praktik yang telah dimulai pada masa kolonial Belanda. | ||
+ | |||
+ | Pada tahun 1963, sebagian migran suku Bugis yang telah menetap di Riau dan Muara Jambi mendatangi areal pantai timur yang kini termasuk wilayah Kabupaten Banyuasin. Mereka mulai menetap di sekitar sungai-sungai yang terhubung dengan pantai timur Sumatera. Migran suku Bugis membuat sistem parit dan menanam kelapa. | ||
+ | |||
+ | {{tag> | ||
+ | |||