This is an old revision of the document!
Dimensi Gender dalam Pengelolaan Lahan Gambut
Perempuan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam
Restorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm tidak hanya bertujuan untuk merehabilitasi fungsi ekologis lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Keterlibatan masyarakat dalam restorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm diharapkan dapat menciptakan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm yang berkelanjutan dengan meningkatkan kesejahteraan dan fungsi ekologis (Safitri 2020). Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan mata pencaharian lokal dan melibatkan anggota masyarakat dalam upaya restorasi menghasilkan hasil yang lebih baik untuk restorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm yang berkelanjutan. Memastikan keterlibatan semua anggota masyarakat memerlukan partisipasi baik pria maupun wanita, namun program restorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm seringkali mengabaikan dimensi gender dalam pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm.
Berbagai organisasi internasional, termasuk World Wildlife Fund, WWF (2012), Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Asia dan Pasifik, UN ESCAP (2017), dan Bank Dunia (2018), serta sejumlah penelitian lainnya (Elmhirst 1998; Resurreccion 2008; Watson 2006) mengakui dan mempromosikan pentingnya gender dan analisis gender dalam pengelolaan sumber daya alam. Elmhirst dan Resurreccion (2008) mengatakan bahwa “pria dan wanita memiliki kepentingan yang berbeda berdasarkan peran, tanggung jawab, dan pengetahuan mereka” dan oleh karena itu, “gender adalah konsep analitis penting untuk memahami dimensi sosial dan politik pengelolaan sumber daya alam dan tata kelola di berbagai konteks empiris” (Elmhirst dan Resurreccion 2008). WWF (2012) mengakui perlunya sensitivitas gender dalam pengelolaan sumber daya alam untuk memastikan bahwa proyek dan program mengakui peran dan kebutuhan yang berbeda antara pria dan wanita.
Sejumlah penelitian juga telah dilakukan mengenai peran wanita dalam pertanian dan pengembangan pedesaan di Indonesia. Saat membahas produksi pertanian di Jawa, Sajogyo (1983) berfokus pada alokasi waktu wanita dalam pekerjaan produktif, reproduksi dan pengambilan keputusan. Studi Widiarti dan Hiyama (2007) di Desa Citarik, Sukabumi, Jawa Barat menunjukkan kontribusi besar wanita dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), atau Program Pengelolaan Hutan Bersama, dalam membersihkan lahan, menanam, dan merawat tanaman. Meskipun beberapa wanita memutuskan untuk bergabung dengan PHBM tanpa izin suami mereka, studi ini menemukan bahwa kekuatan pengambilan keputusan wanita dalam keluarga tidak selalu tercermin dalam tingkat komunitas, karena pengambil keputusan dalam pertemuan desa adalah pria, dan akses wanita terhadap pengetahuan terbatas, karena hanya pria yang mengikuti pelatihan (Widiarti dan Hiyama 2007). Studi Mugniesyah dan Mizuno (2007) tentang akses wanita terhadap tanah dan kontrol atasnya dalam masyarakat Sunda dengan sistem kerabat bilateral mengungkapkan bahwa: (1) Masyarakat ini mengikuti nilai-nilai sanak (hukum adat), seperangkat nilai mengenai kesetaraan gender dan hak anak laki-laki dan perempuan terhadap properti rumah tangga dan nilai-nilai sanak sangat mempengaruhi rumah tangga petani dalam alokasi tanah mereka melalui sistem pewarisan dan pemberian; (2) nilai-nilai sanak menyebabkan kesetaraan gender dalam akses dan kontrol atas tanah di antara anggota rumah tangga; dan (3) kepemilikan tanah yang setara gender juga terlihat dalam praktik sistem pewarisan, yang dihitung melalui garis keturunan pria dan wanita. Dengan menggunakan Kerangka Analitis Harvard, Dewi et al. (2020) menganalisis peran petani pria dan wanita di Kawasan Hutan Khusus Parungpanjang, Jawa Barat, dan menemukan bahwa: (1) Petani wanita berpartisipasi dalam semua dimensi kegiatan produktif, reproduksi, dan sosial-politik, sementara petani pria cenderung membatasi partisipasi mereka hanya pada kegiatan produktif dan sosial-politik; (2) Kawasan Hutan Khusus Parungpanjang tidak memberikan hak resmi kepada petani wanita untuk menggunakan lahan (hanya kepala rumah tangga pria yang dapat mendaftar hak-hak semacam itu); dan (3) kebijakan yang responsif terhadap gender dan program kesadaran gender di kalangan petani pria perlu diperkuat. Studi tentang gender dan pengelolaan sumber daya alam di luar Jawa termasuk Elmhirst dkk. (2017), yang mengkaji perkebunan kelapa sawit di Kalimantan melalui perspektif ekologi politik feminis. Para sarjana lain, seperti Villamor dkk. (2015) dan Villamor dkk. (2014), menganalisis gender dan perubahan penggunaan lahan di Sumatra Tengah.
Namun, meskipun literatur yang kaya tentang gender dan pengelolaan sumber daya alam, sangat sedikit yang membahas pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm secara khusus. Sebaliknya, di antara banyak penelitian yang dikhususkan untuk memahami restorasi dan pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm di Indonesia (seperti Mizuno dkk. 2016), sedikit yang mengeksplorasi peran wanita dalam proses tersebut. Pengecualian dari hal ini mencakup Subono dkk. (2020), yang fokus pada keterlibatan wanita dalam restorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm di Provinsi Kalimantan Tengah dan menemukan bahwa meskipun fasilitator wanita menghadapi hambatan struktural dan budaya, program revitalisasi ekonomi yang mereka implementasikan memperkuat ketahanan ekonomi komunitas wanita pedesaan dan mengubah hubungan gender. Dalam studi mengenai pengalaman wanita di Kalimantan Tengah dan Riau, Indirastuti (2020) mengungkapkan bahwa meskipun pemadaman kebakaran memerlukan keterlibatan wanita, terutama ketika terjadi di tanah mereka atau di tempat tinggal mereka, wanita tidak memiliki akses ke sumber daya yang mereka butuhkan untuk mencegah dan memadamkan kebakaran hutan dan lahan.
Peran Perempuan dalam Komunitas Berbasis Lahan Gambut
Mungkin studi yang paling komprehensif hingga saat ini tentang peran gender dalam komunitas berbasis lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm di Riau adalah Herawati dkk. (2019). Dengan memodifikasi Kerangka Analitis Harvard, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk mempelajari peran gender dan mata pencaharian di tujuh desa dan tiga distrik di Provinsi Riau dari tahun 2016 hingga 2018. Ditemukan bahwa: (1) kegiatan pertanian secara signifikan didominasi oleh pria, sementara wanita berperan lebih signifikan dalam kegiatan domestik; (2) baik pria maupun wanita berkontribusi sama dalam kehidupan sosial masyarakat, di mana partisipasi wanita dan keanggotaan dalam kelompok setara dengan pria; (3) keluarga berpendapatan rendah cenderung memiliki kesetaraan gender yang lebih tinggi dalam kegiatan pertanian daripada rumah tangga berpendapatan tinggi; (4) peran wanita dalam rumah tangga berpenghasilan lebih tinggi bukan dalam kontribusi fisik mereka pada lahan, tetapi lebih kepada peran mereka sebagai pengambil keputusan, yang menunjukkan bahwa wanita memainkan peran penting dalam mata pencaharian keluarga miskin maupun kaya, namun dalam bentuk yang berbeda; dan (5) intervensi pembangunan komunitas yang melibatkan wanita direkomendasikan (Herawati dkk. 2019).
Badan Restorasi Gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut
<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>
Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany… (BRG) Indonesia, menjalankan restorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm melalui metode 3-R, yaitu dengan membasahi kembali dan menanam lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm serta dengan merevitalisasi mata pencaharian masyarakat lokal (BRG 2018, hlm. 1). BRG memobilisasi partisipasi masyarakat dalam restorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm melalui Kerangka Pengaman Sosial dan Program Desa Peduli Gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut
<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>
Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…. Provinsi Riau adalah salah satu dari tujuh provinsi yang menjadi target BRG untuk restorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm prioritas, yang menetapkan bahwa wilayah tersebut mengandung Unit Hidrologis Gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut
<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>
Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany… (KHG) (BRG 2018, hlm. 1). Pada tahun 2019, terdapat 262 Program Desa Peduli Gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut
<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>
Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany… di tujuh KHG, dengan 49 berlokasi di Provinsi Riau (BRG 2019a, hlm. 27). Bagian Deputi BRG untuk Pendidikan, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan memberikan perhatian khusus pada peran dan partisipasi wanita dalam restorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Sebagai contoh, 773 kelompok wanita di Kalimantan telah menerima bantuan dari BRG untuk meningkatkan nilai tambah produk kerajinan anyaman yang terbuat dari rumput atau tumbuhan yang sebagian besar tumbuh di lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm (Sumartomjon 2019). Contoh ini mengilustrasikan bagaimana BRG berusaha menyediakan program yang berorientasi gender, pendekatan yang sesuai dengan upaya global yang mengakui pentingnya dimensi gender dalam pengelolaan sumber daya alam. Namun, kontribusi dan potensi khusus pria dan wanita masih kurang dipelajari.
Mengingat kurangnya analisis gender dalam literatur dan program lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm yang ada, bab ini mengkaji dimensi gender secara lebih menyeluruh, menyediakan data dan wawasan baru tentang partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm di Riau, pusat restorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm di Indonesia. Sebagai studi kasus, ini menyelidiki peran anggota masyarakat (baik pria maupun wanita) dalam pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm di Rantau Baru, sebuah Desa Peduli Gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut
<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>
Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany… yang ditunjuk. Studi ini memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang peran pria dan wanita dalam pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm di Desa Peduli Gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut
<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>
Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…, dengan harapan bahwa studi ini dapat berkontribusi pada formulasi program lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm yang lebih efektif yang sesuai untuk semua anggota masyarakat.