Differences

This shows you the differences between two versions of the page.

Link to this comparison view

Both sides previous revision Previous revision
Next revision
Previous revision
kebijakan:dimensi_gender_dalam_pengelolaan_lahan_gambut [2023/10/28 07:51] – [Dimensi Gender dalam Pengelolaan Lahan Gambut] Rabbirl Yarham Mahardikakebijakan:dimensi_gender_dalam_pengelolaan_lahan_gambut [2023/10/28 08:24] (current) Rabbirl Yarham Mahardika
Line 1: Line 1:
 ====== Dimensi Gender dalam Pengelolaan Lahan Gambut ====== ====== Dimensi Gender dalam Pengelolaan Lahan Gambut ======
  
 +{{https://wikigambut.id/lib/plugins/ckgedit/fckeditor/userfiles/image/preservingpurun.jpg?nolink&500x667|preservingpurun.jpg}}
 +
 +Gender adalah aspek penting dalam konteks lahan gambut. Peran tradisional berbeda antara pria dan wanita dalam masyarakat sering mencerminkan pemisahan tugas dan tanggung jawab dalam penggunaan lahan gambut. Upaya konservasi dan restorasi lahan gambut harus mempertimbangkan peran gender ini dan memastikan bahwa perempuan memiliki peran yang setara dalam pengambilan keputusan, akses terhadap sumber daya, dan manfaat dari pelestarian lahan gambut. Keterlibatan perempuan dalam pengelolaan lahan gambut dapat membantu menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan, sekaligus memperkuat keberlanjutan ekonomi dan sosial mereka.
 +
 +----
 +
 +Penting untuk diingat bahwa perempuan sering kali lebih tergantung pada sumber daya alam, termasuk lahan gambut, dalam kehidupan sehari-hari mereka. Oleh karena itu, kerentanan perempuan terhadap perubahan lingkungan dan perubahan iklim dapat menjadi lebih besar. Dengan mengintegrasikan perspektif gender dalam kebijakan dan tindakan terkait lahan gambut, kita dapat memastikan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam upaya pelestarian dan pemulihan ekosistem ini.
 +
 +----
 + <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Restorasi lahan gambut tidak hanya bertujuan untuk merehabilitasi fungsi ekologis lahan gambut, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar lahan gambut. Keterlibatan masyarakat dalam restorasi lahan gambut diharapkan dapat menciptakan lahan gambut yang berkelanjutan dengan meningkatkan kesejahteraan dan fungsi ekologis (Safitri 2020).</font>
  
 ===== Perempuan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam ===== ===== Perempuan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam =====
- <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Restorasi lahan gambut tidak hanya bertujuan untuk merehabilitasi fungsi ekologis lahan gambut, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar lahan gambut. Keterlibatan masyarakat dalam restorasi lahan gambut diharapkan dapat menciptakan lahan gambut yang berkelanjutan dengan meningkatkan kesejahteraan dan fungsi ekologis (Safitri 2020). Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan mata pencaharian lokal dan melibatkan anggota masyarakat dalam upaya restorasi menghasilkan hasil yang lebih baik untuk restorasi lahan gambut yang berkelanjutan. Memastikan keterlibatan semua anggota masyarakat memerlukan partisipasi baik pria maupun wanita, namun program restorasi lahan gambut seringkali mengabaikan dimensi gender dalam pengelolaan lahan gambut.</font>+ <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan mata pencaharian lokal dan melibatkan anggota masyarakat dalam upaya restorasi menghasilkan hasil yang lebih baik untuk restorasi lahan gambut yang berkelanjutan. Memastikan keterlibatan semua anggota masyarakat memerlukan partisipasi baik pria maupun wanita, namun program restorasi lahan gambut seringkali mengabaikan dimensi gender dalam pengelolaan lahan gambut.</font>
  <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Berbagai organisasi internasional, termasuk World Wildlife Fund, WWF (2012), Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Asia dan Pasifik, UN ESCAP (2017), dan Bank Dunia (2018), serta sejumlah penelitian lainnya (Elmhirst 1998; Resurreccion 2008; Watson 2006) mengakui dan mempromosikan pentingnya gender dan analisis gender dalam pengelolaan sumber daya alam. Elmhirst dan Resurreccion (2008) mengatakan bahwa "pria dan wanita memiliki kepentingan yang berbeda berdasarkan peran, tanggung jawab, dan pengetahuan mereka" dan oleh karena itu, "gender adalah konsep analitis penting untuk memahami dimensi sosial dan politik pengelolaan sumber daya alam dan tata kelola di berbagai konteks empiris" (Elmhirst dan Resurreccion 2008).</font>  <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Berbagai organisasi internasional, termasuk World Wildlife Fund, WWF (2012), Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Asia dan Pasifik, UN ESCAP (2017), dan Bank Dunia (2018), serta sejumlah penelitian lainnya (Elmhirst 1998; Resurreccion 2008; Watson 2006) mengakui dan mempromosikan pentingnya gender dan analisis gender dalam pengelolaan sumber daya alam. Elmhirst dan Resurreccion (2008) mengatakan bahwa "pria dan wanita memiliki kepentingan yang berbeda berdasarkan peran, tanggung jawab, dan pengetahuan mereka" dan oleh karena itu, "gender adalah konsep analitis penting untuk memahami dimensi sosial dan politik pengelolaan sumber daya alam dan tata kelola di berbagai konteks empiris" (Elmhirst dan Resurreccion 2008).</font>
  <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>WWF (2012) mengakui perlunya sensitivitas gender dalam pengelolaan sumber daya alam untuk memastikan bahwa proyek dan program mengakui peran dan kebutuhan yang berbeda antara pria dan wanita.</font>  <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>WWF (2012) mengakui perlunya sensitivitas gender dalam pengelolaan sumber daya alam untuk memastikan bahwa proyek dan program mengakui peran dan kebutuhan yang berbeda antara pria dan wanita.</font>
- <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Sejumlah penelitian juga telah dilakukan mengenai peran wanita dalam pertanian dan pengembangan pedesaan di Indonesia. Saat membahas produksi pertanian di Jawa, Sajogyo (1983) berfokus pada alokasi waktu wanita dalam pekerjaan produktif, reproduksi dan pengambilan keputusan. Studi Widiarti dan Hiyama (2007) di Desa Citarik, Sukabumi, Jawa Barat menunjukkan kontribusi besar wanita dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), atau Program Pengelolaan Hutan Bersama, dalam membersihkan lahan, menanam, dan merawat tanaman. Meskipun beberapa wanita memutuskan untuk bergabung dengan PHBM tanpa izin suami mereka, studi ini menemukan bahwa kekuatan pengambilan keputusan wanita dalam keluarga tidak selalu tercermin dalam tingkat komunitas, karena pengambil keputusan dalam pertemuan desa adalah pria, dan akses wanita terhadap pengetahuan terbatas, karena hanya pria yang mengikuti pelatihan (Widiarti dan Hiyama 2007). Studi Mugniesyah dan Mizuno (2007) tentang akses wanita terhadap tanah dan kontrol atasnya dalam masyarakat Sunda dengan sistem kerabat bilateral mengungkapkan bahwa: (1) Masyarakat ini mengikuti nilai-nilai sanak (hukum adat), seperangkat nilai mengenai kesetaraan gender dan hak anak laki-laki dan perempuan terhadap properti rumah tangga dan nilai-nilai sanak sangat mempengaruhi rumah tangga petani dalam alokasi tanah mereka melalui sistem pewarisan dan pemberian; (2) nilai-nilai sanak menyebabkan kesetaraan gender dalam akses dan kontrol atas tanah di antara anggota rumah tangga; dan (3) kepemilikan tanah yang setara gender juga terlihat dalam praktik sistem pewarisan, yang dihitung melalui garis keturunan pria dan wanita.</font>+ 
 +---- 
 + <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Sejumlah penelitian juga telah dilakukan mengenai peran wanita dalam pertanian dan pengembangan pedesaan di Indonesia. Saat membahas produksi pertanian di Jawa, Sajogyo (1983) berfokus pada alokasi waktu wanita dalam pekerjaan produktif, reproduksi dan pengambilan keputusan. Studi Widiarti dan Hiyama (2007) di Desa Citarik, Sukabumi, Jawa Barat menunjukkan kontribusi besar wanita dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), atau Program Pengelolaan Hutan Bersama, dalam membersihkan lahan, menanam, dan merawat tanaman. Meskipun beberapa wanita memutuskan untuk bergabung dengan PHBM tanpa izin suami mereka, studi ini menemukan bahwa kekuatan pengambilan keputusan wanita dalam keluarga tidak selalu tercermin dalam tingkat komunitas, karena pengambil keputusan dalam pertemuan desa adalah pria, dan akses wanita terhadap pengetahuan terbatas, karena hanya pria yang mengikuti pelatihan (Widiarti dan Hiyama 2007).</font> 
 + 
 +---- 
 + <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Studi Mugniesyah dan Mizuno (2007) tentang akses wanita terhadap tanah dan kontrol atasnya dalam masyarakat Sunda dengan sistem kerabat bilateral mengungkapkan bahwa: (1) Masyarakat ini mengikuti nilai-nilai sanak (hukum adat), seperangkat nilai mengenai kesetaraan gender dan hak anak laki-laki dan perempuan terhadap properti rumah tangga dan nilai-nilai sanak sangat mempengaruhi rumah tangga petani dalam alokasi tanah mereka melalui sistem pewarisan dan pemberian; (2) nilai-nilai sanak menyebabkan kesetaraan gender dalam akses dan kontrol atas tanah di antara anggota rumah tangga; dan (3) kepemilikan tanah yang setara gender juga terlihat dalam praktik sistem pewarisan, yang dihitung melalui garis keturunan pria dan wanita.</font>
  <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Dengan menggunakan Kerangka Analitis Harvard, Dewi et al. (2020) menganalisis peran petani pria dan wanita di Kawasan Hutan Khusus Parungpanjang, Jawa Barat, dan menemukan bahwa: (1) Petani wanita berpartisipasi dalam semua dimensi kegiatan produktif, reproduksi, dan sosial-politik, sementara petani pria cenderung membatasi partisipasi mereka hanya pada kegiatan produktif dan sosial-politik; (2) Kawasan Hutan Khusus Parungpanjang tidak memberikan hak resmi kepada petani wanita untuk menggunakan lahan (hanya kepala rumah tangga pria yang dapat mendaftar hak-hak semacam itu); dan (3) kebijakan yang responsif terhadap gender dan program kesadaran gender di kalangan petani pria perlu diperkuat. Studi tentang gender dan pengelolaan sumber daya alam di luar Jawa termasuk Elmhirst dkk. (2017), yang mengkaji perkebunan kelapa sawit di Kalimantan melalui perspektif ekologi politik feminis. Para sarjana lain, seperti Villamor dkk. (2015) dan Villamor dkk. (2014), menganalisis gender dan perubahan penggunaan lahan di Sumatra Tengah.</font>  <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Dengan menggunakan Kerangka Analitis Harvard, Dewi et al. (2020) menganalisis peran petani pria dan wanita di Kawasan Hutan Khusus Parungpanjang, Jawa Barat, dan menemukan bahwa: (1) Petani wanita berpartisipasi dalam semua dimensi kegiatan produktif, reproduksi, dan sosial-politik, sementara petani pria cenderung membatasi partisipasi mereka hanya pada kegiatan produktif dan sosial-politik; (2) Kawasan Hutan Khusus Parungpanjang tidak memberikan hak resmi kepada petani wanita untuk menggunakan lahan (hanya kepala rumah tangga pria yang dapat mendaftar hak-hak semacam itu); dan (3) kebijakan yang responsif terhadap gender dan program kesadaran gender di kalangan petani pria perlu diperkuat. Studi tentang gender dan pengelolaan sumber daya alam di luar Jawa termasuk Elmhirst dkk. (2017), yang mengkaji perkebunan kelapa sawit di Kalimantan melalui perspektif ekologi politik feminis. Para sarjana lain, seperti Villamor dkk. (2015) dan Villamor dkk. (2014), menganalisis gender dan perubahan penggunaan lahan di Sumatra Tengah.</font>
  
 ===== Peran Perempuan dalam Komunitas Berbasis Lahan Gambut ===== ===== Peran Perempuan dalam Komunitas Berbasis Lahan Gambut =====
- <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Namun, meskipun literatur yang kaya tentang gender dan pengelolaan sumber daya alam, sangat sedikit yang membahas pengelolaan lahan gambut secara khusus. Sebaliknya, di antara banyak penelitian yang dikhususkan untuk memahami restorasi dan pengelolaan lahan gambut di Indonesia (seperti Mizuno dkk. 2016), sedikit yang mengeksplorasi peran wanita dalam proses tersebut. Pengecualian dari hal ini mencakup Subono dkk. (2020), yang fokus pada keterlibatan wanita dalam restorasi lahan gambut di Provinsi Kalimantan Tengah dan menemukan bahwa meskipun fasilitator wanita menghadapi hambatan struktural dan budaya, program revitalisasi ekonomi yang mereka implementasikan memperkuat ketahanan ekonomi komunitas wanita pedesaan dan mengubah hubungan gender. Dalam studi mengenai pengalaman wanita di Kalimantan Tengah dan Riau, Indirastuti (2020) mengungkapkan bahwa meskipun pemadaman kebakaran memerlukan keterlibatan wanita, terutama ketika terjadi di tanah mereka atau di tempat tinggal mereka, wanita tidak memiliki akses ke sumber daya yang mereka butuhkan untuk mencegah dan memadamkan kebakaran hutan dan lahan.</font>+ <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Literatur tentang gender dan pengelolaan sumber daya alam, sangat sedikit yang membahas pengelolaan lahan gambut secara khusus. Sebaliknya, di antara banyak penelitian yang dikhususkan untuk memahami restorasi dan pengelolaan lahan gambut di Indonesia (seperti Mizuno dkk. 2016), sedikit yang mengeksplorasi peran wanita dalam proses tersebut. Pengecualian dari hal ini mencakup Subono dkk. (2020), yang fokus pada keterlibatan wanita dalam restorasi lahan gambut di Provinsi Kalimantan Tengah dan menemukan bahwa meskipun fasilitator wanita menghadapi hambatan struktural dan budaya, program revitalisasi ekonomi yang mereka implementasikan memperkuat ketahanan ekonomi komunitas wanita pedesaan dan mengubah hubungan gender. Dalam studi mengenai pengalaman wanita di Kalimantan Tengah dan Riau, Indirastuti (2020) mengungkapkan bahwa meskipun pemadaman kebakaran memerlukan keterlibatan wanita, terutama ketika terjadi di tanah mereka atau di tempat tinggal mereka, wanita tidak memiliki akses ke sumber daya yang mereka butuhkan untuk mencegah dan memadamkan kebakaran hutan dan lahan.</font> 
 + 
 +----
  <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Mungkin studi yang paling komprehensif hingga saat ini tentang peran gender dalam komunitas berbasis lahan gambut di Riau adalah Herawati dkk. (2019). Dengan memodifikasi Kerangka Analitis Harvard, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk mempelajari peran gender dan mata pencaharian di tujuh desa dan tiga distrik di Provinsi Riau dari tahun 2016 hingga 2018. Ditemukan bahwa: (1) kegiatan pertanian secara signifikan didominasi oleh pria, sementara wanita berperan lebih signifikan dalam kegiatan domestik; (2) baik pria maupun wanita berkontribusi sama dalam kehidupan sosial masyarakat, di mana partisipasi wanita dan keanggotaan dalam kelompok setara dengan pria; (3) keluarga berpendapatan rendah cenderung memiliki kesetaraan gender yang lebih tinggi dalam kegiatan pertanian daripada rumah tangga berpendapatan tinggi; (4) peran wanita dalam rumah tangga berpenghasilan lebih tinggi bukan dalam kontribusi fisik mereka pada lahan, tetapi lebih kepada peran mereka sebagai pengambil keputusan, yang menunjukkan bahwa wanita memainkan peran penting dalam mata pencaharian keluarga miskin maupun kaya, namun dalam bentuk yang berbeda; dan (5) intervensi pembangunan komunitas yang melibatkan wanita direkomendasikan (Herawati dkk. 2019).</font>  <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Mungkin studi yang paling komprehensif hingga saat ini tentang peran gender dalam komunitas berbasis lahan gambut di Riau adalah Herawati dkk. (2019). Dengan memodifikasi Kerangka Analitis Harvard, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk mempelajari peran gender dan mata pencaharian di tujuh desa dan tiga distrik di Provinsi Riau dari tahun 2016 hingga 2018. Ditemukan bahwa: (1) kegiatan pertanian secara signifikan didominasi oleh pria, sementara wanita berperan lebih signifikan dalam kegiatan domestik; (2) baik pria maupun wanita berkontribusi sama dalam kehidupan sosial masyarakat, di mana partisipasi wanita dan keanggotaan dalam kelompok setara dengan pria; (3) keluarga berpendapatan rendah cenderung memiliki kesetaraan gender yang lebih tinggi dalam kegiatan pertanian daripada rumah tangga berpendapatan tinggi; (4) peran wanita dalam rumah tangga berpenghasilan lebih tinggi bukan dalam kontribusi fisik mereka pada lahan, tetapi lebih kepada peran mereka sebagai pengambil keputusan, yang menunjukkan bahwa wanita memainkan peran penting dalam mata pencaharian keluarga miskin maupun kaya, namun dalam bentuk yang berbeda; dan (5) intervensi pembangunan komunitas yang melibatkan wanita direkomendasikan (Herawati dkk. 2019).</font>
  <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Badan Restorasi Gambut (BRG) Indonesia, menjalankan restorasi lahan gambut melalui metode 3-R, yaitu dengan membasahi kembali dan menanam lahan gambut serta dengan merevitalisasi mata pencaharian masyarakat lokal (BRG 2018, hlm. 1). BRG memobilisasi partisipasi masyarakat dalam restorasi lahan gambut melalui Kerangka Pengaman Sosial dan Program Desa Peduli Gambut. Provinsi Riau adalah salah satu dari tujuh provinsi yang menjadi target BRG untuk restorasi lahan gambut prioritas, yang menetapkan bahwa wilayah tersebut mengandung Unit Hidrologis Gambut (KHG) (BRG 2018, hlm. 1). Pada tahun 2019, terdapat 262 Program Desa Peduli Gambut di tujuh KHG, dengan 49 berlokasi di Provinsi Riau (BRG 2019a, hlm. 27).</font>  <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Badan Restorasi Gambut (BRG) Indonesia, menjalankan restorasi lahan gambut melalui metode 3-R, yaitu dengan membasahi kembali dan menanam lahan gambut serta dengan merevitalisasi mata pencaharian masyarakat lokal (BRG 2018, hlm. 1). BRG memobilisasi partisipasi masyarakat dalam restorasi lahan gambut melalui Kerangka Pengaman Sosial dan Program Desa Peduli Gambut. Provinsi Riau adalah salah satu dari tujuh provinsi yang menjadi target BRG untuk restorasi lahan gambut prioritas, yang menetapkan bahwa wilayah tersebut mengandung Unit Hidrologis Gambut (KHG) (BRG 2018, hlm. 1). Pada tahun 2019, terdapat 262 Program Desa Peduli Gambut di tujuh KHG, dengan 49 berlokasi di Provinsi Riau (BRG 2019a, hlm. 27).</font>
 +
 +----
  <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Bagian Deputi BRG untuk Pendidikan, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan memberikan perhatian khusus pada peran dan partisipasi wanita dalam restorasi lahan gambut. Sebagai contoh, 773 kelompok wanita di Kalimantan telah menerima bantuan dari BRG untuk meningkatkan nilai tambah produk kerajinan anyaman yang terbuat dari rumput atau tumbuhan yang sebagian besar tumbuh di lahan gambut (Sumartomjon 2019). Contoh ini mengilustrasikan bagaimana BRG berusaha menyediakan program yang berorientasi gender, pendekatan yang sesuai dengan upaya global yang mengakui pentingnya dimensi gender dalam pengelolaan sumber daya alam. Namun, kontribusi dan potensi khusus pria dan wanita masih kurang dipelajari.</font>  <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Bagian Deputi BRG untuk Pendidikan, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan memberikan perhatian khusus pada peran dan partisipasi wanita dalam restorasi lahan gambut. Sebagai contoh, 773 kelompok wanita di Kalimantan telah menerima bantuan dari BRG untuk meningkatkan nilai tambah produk kerajinan anyaman yang terbuat dari rumput atau tumbuhan yang sebagian besar tumbuh di lahan gambut (Sumartomjon 2019). Contoh ini mengilustrasikan bagaimana BRG berusaha menyediakan program yang berorientasi gender, pendekatan yang sesuai dengan upaya global yang mengakui pentingnya dimensi gender dalam pengelolaan sumber daya alam. Namun, kontribusi dan potensi khusus pria dan wanita masih kurang dipelajari.</font>
- <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Mengingat kurangnya analisis gender dalam literatur dan program lahan gambut yang ada, bab ini mengkaji dimensi gender secara lebih menyeluruh, menyediakan data dan wawasan baru tentang partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lahan gambut di Riau, pusat restorasi lahan gambut di Indonesia. Sebagai studi kasus, ini menyelidiki peran anggota masyarakat (baik pria maupun wanita) dalam pengelolaan lahan gambut di Rantau Baru, sebuah Desa Peduli Gambut yang ditunjuk.</font>+ <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Mengingat kurangnya analisis gender dalam literatur dan program lahan gambut yang ada, bab ini mengkaji dimensi gender secara lebih menyeluruh, menyediakan data dan wawasan baru tentang partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lahan gambut di Riau, pusat restorasi lahan gambut di Indonesia.</font> 
 + 
 +---- 
 + <font 12pt/inherit;;inherit;;inherit>Selanjutnya studi kasus yang dilakukan oleh Dewi (2023) menyelidiki peran anggota masyarakat (baik pria maupun wanita) dalam pengelolaan lahan gambut di Rantau Baru, sebuah Desa Peduli Gambut. Penelitian ini menginvestigasi pengetahuan dan peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan lahan gambut di Rantau Baru, sebuah Desa Peduli Gambut yang bergerak dalam sektor perikanan dan pertanian di Provinsi Riau, Indonesia. Data primer dikumpulkan melalui survei terhadap 152 rumah tangga yang dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2020, dan diikuti dengan wawancara lanjutan dengan anggota masyarakat. Dengan memodifikasi Kerangka Analisis Harvard, penelitian ini menguji tingkat pengetahuan laki-laki dan perempuan serta aktivitas produktif (penanaman lahan gambut dan perikanan), aktivitas reproduktif atau domestik (pengasuhan anak dan keuangan rumah tangga), dan aktivitas sosial politik (pertemuan komunitas). Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki memiliki pengetahuan yang jauh lebih tinggi tentang lahan gambut daripada perempuan dan bahwa aktivitas pertanian lahan gambut didominasi oleh laki-laki, namun peran gender lebih merata dalam aktivitas perikanan. Perempuan dan laki-laki memainkan peran yang saling melengkapi dalam "aktivitas reproduktif" di rumah tangga, tetapi perempuan tidak berpartisipasi sebanyak laki-laki dalam ranah publik "aktivitas sosial politik," seperti menghadiri pertemuan komunitas, asosiasi, dan desa. Penelitian ini memberikan wawasan baru tentang pengetahuan masyarakat tentang lahan gambut berdasarkan jenis kelamin, dan peran potensial anggota masyarakat laki-laki dan perempuan dalam restorasi lahan gambut. Setiap proyek atau program restorasi lahan gambut harus mengakui ciri-ciri dasar dan perbedaan peran gender serta kebutuhan khusus laki-laki dan perempuan untuk memastikan kontribusi optimal semua anggota masyarakat dalam pengelolaan dan restorasi lahan gambut.</font> 
 + 
 +---- 
 + 
 +===== Pustaka ===== 
 + 
 +---- 
 + 
 +Dewi KH (2023) The Dimension of Gender in Peatland Management in Rantau Baru Village.  [[https://link.springer.com/bookseries/10124|Global Environmental Studies]] book series (GENVST), [[https://link.springer.com/book/10.1007/978-981-99-0902-5|Local Governance of Peatland Restoration in Riau, Indonesia]] pp 147–168. 
 + 
 +Elmhirst R, Siscawati M, Basnett BS et al (2017) Gender and generation in engagements with oil palm in East Kalimantan, Indonesia: insights from feminist political ecology. J Peasant Stud 44(6):1135–1157. [[https://doi.org/10.1080/03066150.2017.1337002|https://doi.org/10.1080/03066150.2017.1337002]]. 
 + 
 +Elmhirst R (1998) Reconciling feminist theory and gendered resource management in Indonesia. Area 30(3):225–235. [[https://doi.org/10.1111/j.1475-4762.1998.tb00067.x|https://doi.org/10.1111/j.1475-4762.1998.tb00067.x]] 
 + 
 +Elmhirst R, Resurreccion BP (2008) Gender, environment and natural resource management: new dimensions, new debates. In: Resurreccion BP, Elmhirst R (eds) Gender and natural resource management: livelihoods, mobility and interventions. Earthscan, London; Sterling, pp 3–20. 
 + 
 +Indirastuti C (2020) Perempuan bertarung dengan api di lahan gambut: pengalaman perempuan desa di Provinsi Kalimantan Tengah dan Riau. J Perempuan 25(1):13–24. 
 + 
 +Mizuno K, Fujita MS, Kawai S (eds) (2016) Catastrophe and regeneration in Indonesia’s peatlands: ecology, economy and society, Kyoto CSEAS series on Asian Studies, vol 15. NUS Press; Kyoto University Press, Singapore; Kyoto. 
 + 
 +Mugniesyah SSM, Mizuno K (2007) Access to land in Sundanese community: a case study of upland peasant households in Kemang village, West Java, Indonesia. Southeast Asian Stud 44(4):519–544. [[https://doi.org/10.20495/tak.44.4_519|https://doi.org/10.20495/tak.44.4_519]]. 
 + 
 +Resurreccion BP (2008) Gender, legitimacy and patronage-driven participation: fisheries management in the Tonle Sap Great Lake, Cambodia. In: Resurreccion BP, Elmhirst R (eds) Gender and natural resource management: livelihoods, mobility and interventions. Earthscan, London; Sterling, pp 151–173. 
 + 
 +Safitri MA (2020) Membumikan ekofeminisme dalam restorasi gambut: kebijakan, aksi, dan tantangan. J Perempuan 25(1):1–12, [[https://doi.org/10.34309/jp.v25i1.406|https://doi.org/10.34309/jp.v25i1.406]]. 
 + 
 +Sajogyo P (1983) Peranan wanita dalam perkembangan masyarakat desa. Rajawali, Jakarta. 
 + 
 +Subono NI, Pratiwi AM, Boangmanalu AG (2020) Aksi perempuan fasilitator desa dalam revitalisasi ekonomi kelompok perempuan di desa gambut: atudi kasus 3 desa di Kalimantan Tengah. J Perempuan 25(1):47–61, [[https://doi.org/10.34309/jp.v25i1.412|https://doi.org/10.34309/jp.v25i1.412]]. 
 + 
 +Sumartomjon M (ed) (2019) Badan Restorasi Gambut mulai melibatkan kaum perempuan untuk jaga lahan gambut. Kontan.co.id, 14 Feb. [[https://nasional.kontan.co.id/news/badan-restorasi-gambut-mulai-melibatkan-kaum-perempuan-untuk-jaga-lahan-gambut|https://nasional.kontan.co.id/news/badan-restorasi-gambut-mulai-melibatkan-kaum-perempuan-untuk-jaga-lahan-gambut]]. 
 + 
 +UN ESCAP (United Nations, Economic and Social Commission for Asia and the Pacific) (2017) Gender, the environment and sustainable development in Asia and the Pacific. United Nations Publication, Bangkok. 
 + 
 +Villamor GB, Akiefnawati R, van Noordwijk M et al (2015) Land use change and shifts in gender roles in Central Sumatra, Indonesia. Int For Rev 17(S4):61–75. [[https://doi.org/10.1505/146554815816086444|https://doi.org/10.1505/146554815816086444]]. 
 + 
 +Villamor GB, Desrianti F, Akiefnawati R et al (2014) Gender influences decisions to change land use practices in the tropical forest margins of Jambi, Indonesia. Mitig Adapt Strateg Glob Chang 19:733–755. [[https://doi.org/10.1007/s11027-013-9478-7|https://doi.org/10.1007/s11027-013-9478-7]]. 
 + 
 +Widiarti A, Hiyama C (2007) Prospek pelibatan perempuan dalam rehabilitasi hutan. In: Indriatmoko Y, Yuliani EL, Tarigan Y et al (eds) Dari desa ke desa: dinamika gender dan pengelolaan kekayaan alam. CIFOR, Jakarta, pp 83–91 
 + 
 +World Bank (2018) Closing the gender gap in natural resource management programs in Mexico. World Bank, Washington, DC, [[https://doi.org/10.1596/31423|https://doi.org/10.1596/31423]]. 
 + 
 +WWF (World Wildlife Fund) (2012) Natural resource management and the importance of gender. WWF Briefing, Washington DC.
  
  
  • kebijakan/dimensi_gender_dalam_pengelolaan_lahan_gambut.1698479501.txt.gz
  • Last modified: 2023/10/28 07:51
  • by Rabbirl Yarham Mahardika