Differences

This shows you the differences between two versions of the page.

Link to this comparison view

Both sides previous revision Previous revision
Next revision
Previous revision
ekosistem:kerusakan_gambut [2023/02/11 05:10] – ↷ Page name changed from ekosistem:kerusakan_gambut_akibat_kebakaran to ekosistem:kerusakan_gambut Yusi Septriandiekosistem:kerusakan_gambut [2024/06/05 14:42] (current) Fajar Wahyu Nugroho
Line 1: Line 1:
 ====== Kerusakan Gambut ====== ====== Kerusakan Gambut ======
  
-Kerusakan lahan gambut paling utama adalah karena pengeringan lahan gambut. pengeringan sendiri bisanya disebabkan oleh kebakaran lahan. kebakaran sendiri bisa disebabkan oleh alam dan perbuatan manusia, misalnya membakar lahanmembuang putung rokok sembarangan. sebakaran sendiri dipengaruhi oleh faktor segitiga api yaitu udarabahan bakar dan sumber api itu sendirilahan gambut sendiri sangat rawan terjadi kebakaran karena sifatnya yang mudah terbakarfungsi gambut sebagai pengelola tata air akan rusakJika terus menerus terjadi tanpa diperbaiki maka lahan gambut akan hilang dan dapat menyebabkan banjir pada musim hujan.+[[https://wikigambut.id/lib/exe/detail.php?id=ekosistem:kerusakan_gambut&media=ekosistem:lahan_gambut.jpeg|{{.:lahan_gambut.jpeg?400}}]] 
 + 
 +Kerusakan yang luas karena terjadinya perubahan hidrologi hutan rawa gambut akibat pembangunan drainase yang sangat masif sehingga lahan gambut menjadi sangat rentan terhadap kebakaran, yang disebabkan oleh alam dan perbuatan manusia. Kerusakan yang terjadi berakibat pada hilangnya keanekaragaman hayatidegradasi tanahmeningkatnya ketidakseimbangan hidrologi dan pada akhirnya akan berdampak pada berkurangnya air yang tersedia di kawasan tersebutperubahan siklus karbon dan pemanasan globalMempelajari karakteristik gambut yang telah terganggu akan menjadi dasar untuk mengelola gambut agar dapat dipulihkan, dan salah satu yang utama adalah mempelajari keanekaragaman vegetasinyaMemahami keanekaragaman dapat dilakukan melalui pengklasifikasian vegetasi dan hal tersebut merupakan indikator yang kuat untuk mencerminkan kondisi lingkungan. Kerusakan semua bentuk ekosistem termasuk ekosistem hutan gambut akan membentuk gradasi pada ekosistem tersebutPemulihan ekosistem akan mengikuti gradasi yang terjadi sehingga mencapai pada ekosistem klimaks. Untuk dapat merumuskan proses perbaikan ekosistem yang telah rusak ini diperlukan data dan informasi mengenai kondisi ekosistem hutan tersebut atau bagaimana gambaran karakteristik ekosistem hutan yang telah rusak tadi. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari indikator-indikator yang terdiri dari keanekaragaman jenis (diversity), struktur komunitas, dan dominansi jenis. Karakteristik yang terbentuk tersebut dalam perkembangannya akan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan ekosistem hutan, baik kondisi iklim mikro maupun kondisi tanahnya.
  
 Sangat disayangkan gambut di Indonesia banyak mengalami kerusakan, kerusakan yang terjadi pada ekosistem gambut diakibatkan karena Anggapan bahwa gambut merupakan lahan tidak berguna merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan dan lahan gambut. Karena dianggap tidak berguna, lahan gambut sering dialihfungsikan baik menjadi lahan pertanian, perkebunan, pemukiman, dan lainnya. Namun, lahan gambut yang akan digunakan harus dikeringkan terlebih dahulu dengan membuat kanal atau saluran air sehingga membuat lahan gambut terdegradasi. Lahan gambut yang dikeringkan dan dialihfungsikan menjadi penyebab utama terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut. Hal ini berakibat pada kehidupan ekosistem gambut lainnya. Sangat disayangkan gambut di Indonesia banyak mengalami kerusakan, kerusakan yang terjadi pada ekosistem gambut diakibatkan karena Anggapan bahwa gambut merupakan lahan tidak berguna merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan dan lahan gambut. Karena dianggap tidak berguna, lahan gambut sering dialihfungsikan baik menjadi lahan pertanian, perkebunan, pemukiman, dan lainnya. Namun, lahan gambut yang akan digunakan harus dikeringkan terlebih dahulu dengan membuat kanal atau saluran air sehingga membuat lahan gambut terdegradasi. Lahan gambut yang dikeringkan dan dialihfungsikan menjadi penyebab utama terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut. Hal ini berakibat pada kehidupan ekosistem gambut lainnya.
 +
 +----
 +
 +====== Kerusakan Ekosistem Gambut Sumatera Selatan ======
 +
 +===== Dampak Lingkungan =====
 +
 +Beberapa peristiwa pembangunan dengan kurang mempertimbangkan perencanaan hijau maupun lemahnya manajemen lahan telah banyak menimbulkan kerugian dari aspek ekologi. Dampak perubahan kondisi lingkungan akibat perubahan alih fungsi lahan mengakibatkan bencana banjir, kebakaran, menurunnya kualitas air, sedimentasi, berkurangnya debit air dan turunnya kualitas habitat sebagai tempat tinggal makhluk hidup. Salah satu pangkal dari beberapa isu yang sedang diperbincangkan global adalah mengenai perubahan iklim. Salah satu analisis yang cukup banyak dilakukan dalam penelitian adalah mengetahui pengurangan cadangan karbon (emisi) dari perubahan tutupan lahan.
 +
 +\\
 +Kajian perubahan emisi dari tutupan lahan di area KHG [[https://wikigambut.id/desagambut/sumatera_selatan|Sumatera Selatan]] menggunakan data peta tutupan lahan tahun 1990, 2000, 2005, 2010, 2014, 2017, peta administratif kabupaten di [[https://wikigambut.id/desagambut/sumatera_selatan|Sumatera Selatan]] dan peta unit perencanaan yang merupakan kombinasi antara peta FEG dengan fungsi pola ruang. Adapun analisis dilakukan dalam 5 periode (1990-2000, 2000-2005, 2005-2010, 2010-2014 dan 2014-2017). Area seluas 2,09 juta ha juga di analisis dengan mempertimbangkan cadangan karbon dari lahan mineral dan faktor emisi dari [[https://wikigambut.id/ekosistem/lahan_gambut|lahan gambut]] dengan unit analisis Fungsi [[https://wikigambut.id/ekosistem/ekosistem_gambut|Ekosistem Gambut]] (FEG) dan batas administratif kabupaten. [[https://wikigambut.id/ekosistem/lahan_gambut|Lahan gambut]] dari area KHG lebih besar dibandingkan lahan mineral, sekitar 65% adalah area [[https://wikigambut.id/ekosistem/gambut|gambut]]. Kondisi porsi lahan seperti ini mengakibatkan sumber emisi peat dari setiap periode waktu (1990-2017) selalu lebih besar dibandingkan lahan mineral. Pada periode 2014-2017 emisi bersih KHG [[https://wikigambut.id/desagambut/sumatera_selatan|Sumatera Selatan]] mencapai 193.2 MT CO2 -eq, sumber emisi sekitar 16% berasal dari mineral, 88% dari [[https://wikigambut.id/ekosistem/gambut|gambut]] dan 4% sisanya merupakan kemampuan sekuestrasi. Trend emisi [[https://wikigambut.id/desagambut/sumatera_selatan|Sumatera Selatan]] semakin menurun dari 1990 sampai 2017. Emisi bersih terbesar berada pada tahun 1990 dengan 246.4 MT CO2 -eq, sumbangan emisi mineral dengan [[https://wikigambut.id/ekosistem/gambut|gambut]] masih tetap besar [[https://wikigambut.id/ekosistem/gambut|gambut]] (27% mineral, 75% [[https://wikigambut.id/ekosistem/gambut|gambut]] dan 2% sekuestrasi). Penurunan jumlah pelepasan karbon dari tahun 1990 sampai 2017 merupakan hal positif, karena emisi yang ada semakin lama semakin turun. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan emisi seperti semakin peduli sumberdaya manusia terhadap isu lingkungan, munculnya kebijakan maupun perencanaan pembangunan yang mendukung pembangunan hijau (pro-lingkungan), sistem manajemen lahan yang semakin baik atau bisa jadi juga akibat ketersediaan lahan yang memang semakin sedikit sehingga memaksa [[https://wikigambut.id/desagambut/sumatera_selatan|Sumatera Selatan]] adaptasi dengan kondisi yang semakin menurun.\\
 +[[https://wikigambut.id/desagambut/kabupaten_banyuasin|Kabupaten Banyuasin]], Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir (OKI), Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Muara Enim, Musi Rawas Utara dan Musi Rawas merupakan area yang masuk ke dalam KHG. Emisi bersih pada setiap Kabupaten dalam area KHG, pada tahun 2014-2017 OKI memiliki emisi bersih tertinggi dengan 111,91 MT CO2 -eq, disusul dengan Banyuasin (40,69 MT CO2 -eq) dan Musi Banyuasin (30,99 MT CO2 -eq).
 +
 +Emisi secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi degradasi habitat yang kemudian akan memiliki peran dalam keberlangsungan keanekaragaman hayati suatu bentang lahan. Analisis keanekaragaman hayati dilakukan untuk mengetahui besaran peralihan tutupan lahan yang mengindikasikan perubahan luas dan konfigurasi tutupan alami di area KHG [[https://wikigambut.id/desagambut/sumatera_selatan|Sumatera Selatan]]. Peralihan tutupan lahan berkontribusi terhadap dinamika kondisi tutupan alami, selain itu informasi mengenai perubahan luas dan konfigurasi tutupan alami suatu daerah disajikan secara kuantitatif dalam indeks tunggal yang disebut Degree of Integration of Focal Area (DIFA). Kajian keanekaragaman hayati akan membantu pemangku kepentingan dalam mempertimbangan berbagai aspek sebagai analisis kebijakan pengelolaan lahan, khususnya dalam memperkirakan implikasi suatu keputusan terhadap kelestarian keanekaragaman hayati. Informasi administrasi kabupaten dan kombinasi FEG dengan fungsi pola ruang Provinsi [[https://wikigambut.id/desagambut/sumatera_selatan|Sumatera Selatan]] disertakan sebagai unit perencanaan untuk membantu proses dialog dan kolaborasi antar pemangku kepentingan dalam perencanaan dan pengelolaan daerah yang memperhatikan kelestarian keanekaragaman hayati.
 +
 +\\
 +Dalam kajian analisis keanekaragaman hayati terdapat istilah area fokal, yaitu area kelas tutupan lahan yang mewakili habitat bagi keanekaragaman hayati asli dalam kondisi primer. Kelas tutupan lahan yang masuk dalam area fokal [[https://wikigambut.id/desagambut/sumatera_selatan|Sumatera selatan]], yaitu hutan mangrove primer dan hutan rawa primer. Berdasarkan lokasi terjadinya konversi dari atau menjadi kelas tutupan area fokal hutan mangrove primer, diketahui bahwa Banyu Asin FEG Lindung - RTRWP Lindung Mineral adalah unit perencanaan dengan alih fungsi area fokal terbesar (13.052 hektar), sedangkan dengan area fokal hutan rawa primer diketahui bahwa Ogan Komering Ilir FEG Lindung - RTRWP Budidaya [[https://wikigambut.id/ekosistem/gambut|Gambut]] adalah unit perencanaan dengan alih fungsi area fokal terbesar (4.955 hektar).
 +
 +Besarnya nilai DIFA dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: luas total, konfigurasi dan distribusi spasial area fokal pada titik waktu tertentu serta kontras area fokal dengan area di sekitarnya. Persentase total area fokal menentukan batas maksimal nilai DIFA pada suatu titik waktu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai DIFA yang tinggi berasosiasi dengan daerah berarea fokal luas dan terintegrasi. Pada tahun 2014 nilai indeks DIFA KHG [[https://wikigambut.id/desagambut/sumatera_selatan|Sumatera Selatan]] dengan fokal area hutan mangrove primer adalah sebesar 28,31% dan turun menjadi 14,59% di tahun 201, dalam periode 3 tahun. Sedangkan untuk hutan rawa primer sebesar 2,34% dan 1,37% di tahun 2017. Dari sudut pandang keanekaragaman hayati, trend yang ditemukan pada area KHG [[https://wikigambut.id/desagambut/sumatera_selatan|Sumatera Selatan]] menunjukkan peralihan tutupan lahan yang terjadi dalam skala besar, sehingga menyebabkan hilangnya luasan area fokal secara drastis, atau hilangnya habitat, dibanding sekedar adanya degradasi habiatat karena adanya fragmentasi.
  
 | |
  
-{{tag>rintisan}}+---- 
 + 
 +====== Referensi : ====== 
 + 
 +Hooijer, Aljosja, et al. "Current and future CO 2 emissions from drained peatlands in Southeast Asia." //Biogeosciences// 7.5 (2010): 1505-1514. 
 + 
 +Kimmins, J. P. //Forest ecology: //a foundation for sustainable management. No. Ed. 2. 1997. 
 + 
 +Ordonez, Jenny C., et al. "Constraints and opportunities for tree diversity management along the forest transition curve to achieve multifunctional agriculture." //Current Opinion in Environmental Sustainability// 6 (2014): 54-60. 
 + 
 +Shimamura, Tetsuya, Kuniyasu Momose, and Shigeo Kobayashi. "A comparison of sites suitable for the seedling establishment of two co-occurring species, Swintonia glauca and Stemonurus scorpioides, in a tropical peat swamp forest." //Ecological Research// 21 (2006): 759-767. 
 + 
 +Wösten, J. H. M., //et al//. "Peat–water interrelationships in a tropical peatland ecosystem in Southeast Asia." //Catena// 73.2 (2008): 212-224.
  
  
  • ekosistem/kerusakan_gambut.1676092218.txt.gz
  • Last modified: 2023/02/11 05:10
  • by Yusi Septriandi