Differences
This shows you the differences between two versions of the page.
Both sides previous revision Previous revision Next revision | Previous revision | ||
ekosistem:air_gambut [2023/02/11 07:03] – Nurhayatun Nafsiyah | ekosistem:air_gambut [2023/02/12 04:02] (current) – Yusi Septriandi | ||
---|---|---|---|
Line 1: | Line 1: | ||
- | {{tag> | + | ====== Air Gambut ====== |
- | ====== | + | < |
Air gambut merupakan jenis air permukaan hasil akumulasi sisa material yang terdekomposisi tidak sempurna dan biasa terjadi pada daerah rawa atau dataran rendah. Air gambut memiliki cir-ciri seperti intensitas warna tinggi (coklat kemerahan), memiliki nilai keasamaan tinggi, kandungan zat organik tinggi, dan kandungan kation rendah (Aidah, dkk., 2018). Kualitas air gambut data diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap beberapa parameter. Kualitas air gambut menurut PP No 82 Tahun 2001, berdasarkan hasil pengukuran di [[.: | Air gambut merupakan jenis air permukaan hasil akumulasi sisa material yang terdekomposisi tidak sempurna dan biasa terjadi pada daerah rawa atau dataran rendah. Air gambut memiliki cir-ciri seperti intensitas warna tinggi (coklat kemerahan), memiliki nilai keasamaan tinggi, kandungan zat organik tinggi, dan kandungan kation rendah (Aidah, dkk., 2018). Kualitas air gambut data diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap beberapa parameter. Kualitas air gambut menurut PP No 82 Tahun 2001, berdasarkan hasil pengukuran di [[.: | ||
Line 39: | Line 39: | ||
Khususnya untuk titik pantau A2 nilai pH air memiliki nilai di bawah baku mutu untuk kelas I, II dan III tetapi masih dalam rentang baku mutu kelas IV, yaitu 5,78. Menurut Yuliastuti (2011), peningkatan nilai derajad keasaman atau pH dipengaruhi oleh limbah organik maupun anorganik yang di buang ke sungai, sehingga peningkatan pH air sungai air Kayong di titik pantau A2 dikarenakan adanya aktivitas buangan limbah dari aktivitas masyarakat Dusun Sungai Durian ke sungai Kayong. Nilai pH sekitar 6,5 – 7,5 merupakan air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan (Wardhana 2004). | Khususnya untuk titik pantau A2 nilai pH air memiliki nilai di bawah baku mutu untuk kelas I, II dan III tetapi masih dalam rentang baku mutu kelas IV, yaitu 5,78. Menurut Yuliastuti (2011), peningkatan nilai derajad keasaman atau pH dipengaruhi oleh limbah organik maupun anorganik yang di buang ke sungai, sehingga peningkatan pH air sungai air Kayong di titik pantau A2 dikarenakan adanya aktivitas buangan limbah dari aktivitas masyarakat Dusun Sungai Durian ke sungai Kayong. Nilai pH sekitar 6,5 – 7,5 merupakan air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan (Wardhana 2004). | ||
- | |||
- | Hasil pengukuran oksigen terlarut menunjukkan bahwa nilai Oksigen terlarut atau juga disebut Dissolved Organic (DO) air gambut tiap pengamatan titik pantau A1, A3, A4 dan A5 memiliki nilai yang bervariasi yaitu 1,57 – 2,85 mg/l. Hal ini bersifat normal pada air gambut yang mengandung asam-asam organik terlarut (TDS) dan padatan tersuspensi (TSS) umumnya nilai Oksigen terlarut rendah dibandingkan DO air sungai yang tidak dipengaruhi oleh ekosistem gambut. | ||
===== Dissolved Oksygen (DO) ===== | ===== Dissolved Oksygen (DO) ===== | ||
+ | |||
+ | Hasil pengukuran oksigen terlarut menunjukkan bahwa nilai Oksigen terlarut atau juga disebut Dissolved Organic (DO) air gambut tiap pengamatan titik pantau A1, A3, A4 dan A5 memiliki nilai yang bervariasi yaitu 1,57 – 2,85 mg/l. Hal ini bersifat normal pada air gambut yang mengandung asam-asam organik terlarut (TDS) dan padatan tersuspensi (TSS) umumnya nilai Oksigen terlarut rendah dibandingkan DO air sungai yang tidak dipengaruhi oleh ekosistem gambut. | ||
Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) air sungai Kayong di titik pantau A2 sebesar 5,87 mg/l, nilai ini masih berada dalam ambang kriteria mutu air sungai kelas II sebesar 4 mg/l, sehingga air sungai dengan nilai parameter DO 5,87 masih dapat digunakan untuk prasarana/ | Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) air sungai Kayong di titik pantau A2 sebesar 5,87 mg/l, nilai ini masih berada dalam ambang kriteria mutu air sungai kelas II sebesar 4 mg/l, sehingga air sungai dengan nilai parameter DO 5,87 masih dapat digunakan untuk prasarana/ | ||
Line 53: | Line 53: | ||
Hasil analisis konsentrasi kebutuhan oksigen kimia atau biasa disebut Chemical Oxygen Demand (COD) pada titik pantau A1 sebesar 55,66 mg/l, titik pantau A2 sebesar 39,75 mg/l, pada titik pantau A3 sebesar 47,71 mg/l, titik pantau A4 sebesar 63,62 mg/l dan titik pantau A5 sebesar 55,66 mg/l. Nilai konsentrasi COD air gambut dan air sungai, nilai ini masih dalam ambang batas kriteria mutu air kelas III untuk titik pantau A2 dan A3 sebesar 50 mg/l dan kelas IV untuk titik pantau A1, A4 dan A5 sebesar 100 mg/l, sehingga air sungai dengan nilai parameter COD, masih dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Konsentrasi COD yang tinggi mengindikasikan semakin besar tingkat pencemaran yang terjadi pada suatu perairan (Yudo 2010). Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/liter (UNESCO 1992). Kondisi ini tidak diinginkan oleh kepentingan pembudidayaan perikanan dan pertanian (Effendi 2003).Hasil pengukuran kadar besi (Fe) menunjukkan bahwa, kandungan Fe pada air gambut dan air sungai sangat tinggi. Pada titik pantau A1 sebesar 0,490 mg/l, titik pantau A2 sebesar 0,530 mg/l, pada titik pantau A3 sebesar 16,375 mg/l, titik pantau A4 sebesar 0,5414 mg/l dan titik pantau A5 sebesar 0,8253 mg/l. Nilai konsentrasi Fe air gambut dan air sungai, nilai ini melebihi ambang batas kriteria mutu air kelas I sebesar 0,3 mg/l. Menurut Apriani dkk. (2013) warna air gambut merah kecoklatan menandakan kandungan Fe yang cukup tinggi. Namun menurut Notodarmojo (1994) dari berbagai kasus semakin tinggi kandungan Fe akan mempengaruhi warna yang semakin tinggi karena disebabkan ion Fe terikat oleh asam-asam organik yang larut dalam air tersebut. Akan tetapi, hal ini belum pasti karena dalam kasus lain ditemukan juga air dengan kandungan organik dan ion besi yang tinggi tidak memberikan intensitas warna yang tinggi. Namun menurut Said (2008) warna merah kecoklatan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam humus diantaranya asam humat dapat fulvat**.** | Hasil analisis konsentrasi kebutuhan oksigen kimia atau biasa disebut Chemical Oxygen Demand (COD) pada titik pantau A1 sebesar 55,66 mg/l, titik pantau A2 sebesar 39,75 mg/l, pada titik pantau A3 sebesar 47,71 mg/l, titik pantau A4 sebesar 63,62 mg/l dan titik pantau A5 sebesar 55,66 mg/l. Nilai konsentrasi COD air gambut dan air sungai, nilai ini masih dalam ambang batas kriteria mutu air kelas III untuk titik pantau A2 dan A3 sebesar 50 mg/l dan kelas IV untuk titik pantau A1, A4 dan A5 sebesar 100 mg/l, sehingga air sungai dengan nilai parameter COD, masih dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Konsentrasi COD yang tinggi mengindikasikan semakin besar tingkat pencemaran yang terjadi pada suatu perairan (Yudo 2010). Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/liter (UNESCO 1992). Kondisi ini tidak diinginkan oleh kepentingan pembudidayaan perikanan dan pertanian (Effendi 2003).Hasil pengukuran kadar besi (Fe) menunjukkan bahwa, kandungan Fe pada air gambut dan air sungai sangat tinggi. Pada titik pantau A1 sebesar 0,490 mg/l, titik pantau A2 sebesar 0,530 mg/l, pada titik pantau A3 sebesar 16,375 mg/l, titik pantau A4 sebesar 0,5414 mg/l dan titik pantau A5 sebesar 0,8253 mg/l. Nilai konsentrasi Fe air gambut dan air sungai, nilai ini melebihi ambang batas kriteria mutu air kelas I sebesar 0,3 mg/l. Menurut Apriani dkk. (2013) warna air gambut merah kecoklatan menandakan kandungan Fe yang cukup tinggi. Namun menurut Notodarmojo (1994) dari berbagai kasus semakin tinggi kandungan Fe akan mempengaruhi warna yang semakin tinggi karena disebabkan ion Fe terikat oleh asam-asam organik yang larut dalam air tersebut. Akan tetapi, hal ini belum pasti karena dalam kasus lain ditemukan juga air dengan kandungan organik dan ion besi yang tinggi tidak memberikan intensitas warna yang tinggi. Namun menurut Said (2008) warna merah kecoklatan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam humus diantaranya asam humat dapat fulvat**.** | ||
- | ===== Analisis Kimia ===== | + | ===== Analisis Kimia Anorganik |
**1. Total Phosphate (PO< | **1. Total Phosphate (PO< | ||
Line 74: | Line 74: | ||
Hasil analisa konsentrasi logam-logam berat yaitu Arsen, Timbal, Kobalt, Barium, Boron, Selenium, Kadmium, Khrom, Tembaga, Air Raksa Sianida, Khlorida, Seng, Fluorida, Sulfat, Khlorin bebas dan Belerang (berupa H< | Hasil analisa konsentrasi logam-logam berat yaitu Arsen, Timbal, Kobalt, Barium, Boron, Selenium, Kadmium, Khrom, Tembaga, Air Raksa Sianida, Khlorida, Seng, Fluorida, Sulfat, Khlorin bebas dan Belerang (berupa H< | ||
- | ===== | + | ===== Analisis Kimia Organik dan Mikrobiologi ===== |
Hasil analisa konsentrasi Fecal Coliform, Total Coliform, Minyak dan Lemak, Detergen dan Fenol di semua titik pantau berada di bawah ambang batas kriteria mutu air sungai kelas I PP No. 82 tahun 2001, sehingga air sungai dapat digunakan untuk air baku air minum, prasarana/ | Hasil analisa konsentrasi Fecal Coliform, Total Coliform, Minyak dan Lemak, Detergen dan Fenol di semua titik pantau berada di bawah ambang batas kriteria mutu air sungai kelas I PP No. 82 tahun 2001, sehingga air sungai dapat digunakan untuk air baku air minum, prasarana/ | ||
Line 83: | Line 83: | ||
[[https:// | [[https:// | ||
+ | |||
+ | {{tag> | ||