Both sides previous revision Previous revision Next revision | Previous revision |
ekosistem:air_gambut [2023/02/11 05:50] – Nurhayatun Nafsiyah | ekosistem:air_gambut [2023/02/12 04:02] (current) – Yusi Septriandi |
---|
{{tag>rintisan}} | |
| |
====== Air Gambut ====== | ====== Air Gambut ====== |
| |
Air gambut merupakan jenis air permukaan hasil akumulasi sisa material yang terdekomposisi tidak sempurna dan biasa terjadi pada daerah rawa atau dataran rendah. Air gambut memiliki cir-ciri fisik seperti intensitas warna tinggi (coklat kemerahan), memiliki nilai keasamaan tinggi, kandungan zat organik tinggi, dan kandungan kation rendah ( | <imgcaption image1|Air Gambut>{{ .:air_gambut.jpg?300x300|Air Gambut}}</imgcaption> |
| |
Pada tulisan ini memaparkan kualitas air gambut menurut PP No 82 Tahun 2001, berdasarkan hasil pengukuran di [[.:konservasi_lahan_gambut|konservasi lahan gambut]], budidaya gambut, dan sungai gambut (Tabel 1).\\ | Air gambut merupakan jenis air permukaan hasil akumulasi sisa material yang terdekomposisi tidak sempurna dan biasa terjadi pada daerah rawa atau dataran rendah. Air gambut memiliki cir-ciri seperti intensitas warna tinggi (coklat kemerahan), memiliki nilai keasamaan tinggi, kandungan zat organik tinggi, dan kandungan kation rendah (Aidah, dkk., 2018). Kualitas air gambut data diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap beberapa parameter. Kualitas air gambut menurut PP No 82 Tahun 2001, berdasarkan hasil pengukuran di [[.:konservasi_lahan_gambut|konservasi lahan gambut]], budidaya gambut, dan sungai gambut (Tabel 1).\\ |
Tabel 1. Kondisi Air Gambut | Tabel 1. Kondisi Air Gambut |
| |
| |
Khususnya untuk titik pantau A2 nilai pH air memiliki nilai di bawah baku mutu untuk kelas I, II dan III tetapi masih dalam rentang baku mutu kelas IV, yaitu 5,78. Menurut Yuliastuti (2011), peningkatan nilai derajad keasaman atau pH dipengaruhi oleh limbah organik maupun anorganik yang di buang ke sungai, sehingga peningkatan pH air sungai air Kayong di titik pantau A2 dikarenakan adanya aktivitas buangan limbah dari aktivitas masyarakat Dusun Sungai Durian ke sungai Kayong. Nilai pH sekitar 6,5 – 7,5 merupakan air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan (Wardhana 2004). | Khususnya untuk titik pantau A2 nilai pH air memiliki nilai di bawah baku mutu untuk kelas I, II dan III tetapi masih dalam rentang baku mutu kelas IV, yaitu 5,78. Menurut Yuliastuti (2011), peningkatan nilai derajad keasaman atau pH dipengaruhi oleh limbah organik maupun anorganik yang di buang ke sungai, sehingga peningkatan pH air sungai air Kayong di titik pantau A2 dikarenakan adanya aktivitas buangan limbah dari aktivitas masyarakat Dusun Sungai Durian ke sungai Kayong. Nilai pH sekitar 6,5 – 7,5 merupakan air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan (Wardhana 2004). |
| |
Hasil pengukuran oksigen terlarut menunjukkan bahwa nilai Oksigen terlarut atau juga disebut Dissolved Organic (DO) air gambut tiap pengamatan titik pantau A1, A3, A4 dan A5 memiliki nilai yang bervariasi yaitu 1,57 – 2,85 mg/l. Hal ini bersifat normal pada air gambut yang mengandung asam-asam organik terlarut (TDS) dan padatan tersuspensi (TSS) umumnya nilai Oksigen terlarut rendah dibandingkan DO air sungai yang tidak dipengaruhi oleh ekosistem gambut. | |
| |
===== Dissolved Oksygen (DO) ===== | ===== Dissolved Oksygen (DO) ===== |
| |
| Hasil pengukuran oksigen terlarut menunjukkan bahwa nilai Oksigen terlarut atau juga disebut Dissolved Organic (DO) air gambut tiap pengamatan titik pantau A1, A3, A4 dan A5 memiliki nilai yang bervariasi yaitu 1,57 – 2,85 mg/l. Hal ini bersifat normal pada air gambut yang mengandung asam-asam organik terlarut (TDS) dan padatan tersuspensi (TSS) umumnya nilai Oksigen terlarut rendah dibandingkan DO air sungai yang tidak dipengaruhi oleh ekosistem gambut. |
| |
Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) air sungai Kayong di titik pantau A2 sebesar 5,87 mg/l, nilai ini masih berada dalam ambang kriteria mutu air sungai kelas II sebesar 4 mg/l, sehingga air sungai dengan nilai parameter DO 5,87 masih dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Suatu perairan dapat dikatakan baik dan mempunyai tingkat pencemaran yang rendah jika kadar oksigen terlarutnya (DO) lebih besar dari 5 mg/l (Salmin 2005), sedangkan konsentrasi oksigen terlarut (DO) pada perairan umum yang bebas dari pengaruh ekosistem gambut dan yang masih alami memiliki nilai DO kurang dari 10 mg/l (Effendi 2003). Menurut Fardiaz (1992), konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak boleh kurang dari 6 ppm. | Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) air sungai Kayong di titik pantau A2 sebesar 5,87 mg/l, nilai ini masih berada dalam ambang kriteria mutu air sungai kelas II sebesar 4 mg/l, sehingga air sungai dengan nilai parameter DO 5,87 masih dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Suatu perairan dapat dikatakan baik dan mempunyai tingkat pencemaran yang rendah jika kadar oksigen terlarutnya (DO) lebih besar dari 5 mg/l (Salmin 2005), sedangkan konsentrasi oksigen terlarut (DO) pada perairan umum yang bebas dari pengaruh ekosistem gambut dan yang masih alami memiliki nilai DO kurang dari 10 mg/l (Effendi 2003). Menurut Fardiaz (1992), konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak boleh kurang dari 6 ppm. |
| |
Hasil analisis konsentrasi kebutuhan oksigen kimia atau biasa disebut Chemical Oxygen Demand (COD) pada titik pantau A1 sebesar 55,66 mg/l, titik pantau A2 sebesar 39,75 mg/l, pada titik pantau A3 sebesar 47,71 mg/l, titik pantau A4 sebesar 63,62 mg/l dan titik pantau A5 sebesar 55,66 mg/l. Nilai konsentrasi COD air gambut dan air sungai, nilai ini masih dalam ambang batas kriteria mutu air kelas III untuk titik pantau A2 dan A3 sebesar 50 mg/l dan kelas IV untuk titik pantau A1, A4 dan A5 sebesar 100 mg/l, sehingga air sungai dengan nilai parameter COD, masih dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Konsentrasi COD yang tinggi mengindikasikan semakin besar tingkat pencemaran yang terjadi pada suatu perairan (Yudo 2010). Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/liter (UNESCO 1992). Kondisi ini tidak diinginkan oleh kepentingan pembudidayaan perikanan dan pertanian (Effendi 2003).Hasil pengukuran kadar besi (Fe) menunjukkan bahwa, kandungan Fe pada air gambut dan air sungai sangat tinggi. Pada titik pantau A1 sebesar 0,490 mg/l, titik pantau A2 sebesar 0,530 mg/l, pada titik pantau A3 sebesar 16,375 mg/l, titik pantau A4 sebesar 0,5414 mg/l dan titik pantau A5 sebesar 0,8253 mg/l. Nilai konsentrasi Fe air gambut dan air sungai, nilai ini melebihi ambang batas kriteria mutu air kelas I sebesar 0,3 mg/l. Menurut Apriani dkk. (2013) warna air gambut merah kecoklatan menandakan kandungan Fe yang cukup tinggi. Namun menurut Notodarmojo (1994) dari berbagai kasus semakin tinggi kandungan Fe akan mempengaruhi warna yang semakin tinggi karena disebabkan ion Fe terikat oleh asam-asam organik yang larut dalam air tersebut. Akan tetapi, hal ini belum pasti karena dalam kasus lain ditemukan juga air dengan kandungan organik dan ion besi yang tinggi tidak memberikan intensitas warna yang tinggi. Namun menurut Said (2008) warna merah kecoklatan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam humus diantaranya asam humat dapat fulvat**.** | Hasil analisis konsentrasi kebutuhan oksigen kimia atau biasa disebut Chemical Oxygen Demand (COD) pada titik pantau A1 sebesar 55,66 mg/l, titik pantau A2 sebesar 39,75 mg/l, pada titik pantau A3 sebesar 47,71 mg/l, titik pantau A4 sebesar 63,62 mg/l dan titik pantau A5 sebesar 55,66 mg/l. Nilai konsentrasi COD air gambut dan air sungai, nilai ini masih dalam ambang batas kriteria mutu air kelas III untuk titik pantau A2 dan A3 sebesar 50 mg/l dan kelas IV untuk titik pantau A1, A4 dan A5 sebesar 100 mg/l, sehingga air sungai dengan nilai parameter COD, masih dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Konsentrasi COD yang tinggi mengindikasikan semakin besar tingkat pencemaran yang terjadi pada suatu perairan (Yudo 2010). Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/liter (UNESCO 1992). Kondisi ini tidak diinginkan oleh kepentingan pembudidayaan perikanan dan pertanian (Effendi 2003).Hasil pengukuran kadar besi (Fe) menunjukkan bahwa, kandungan Fe pada air gambut dan air sungai sangat tinggi. Pada titik pantau A1 sebesar 0,490 mg/l, titik pantau A2 sebesar 0,530 mg/l, pada titik pantau A3 sebesar 16,375 mg/l, titik pantau A4 sebesar 0,5414 mg/l dan titik pantau A5 sebesar 0,8253 mg/l. Nilai konsentrasi Fe air gambut dan air sungai, nilai ini melebihi ambang batas kriteria mutu air kelas I sebesar 0,3 mg/l. Menurut Apriani dkk. (2013) warna air gambut merah kecoklatan menandakan kandungan Fe yang cukup tinggi. Namun menurut Notodarmojo (1994) dari berbagai kasus semakin tinggi kandungan Fe akan mempengaruhi warna yang semakin tinggi karena disebabkan ion Fe terikat oleh asam-asam organik yang larut dalam air tersebut. Akan tetapi, hal ini belum pasti karena dalam kasus lain ditemukan juga air dengan kandungan organik dan ion besi yang tinggi tidak memberikan intensitas warna yang tinggi. Namun menurut Said (2008) warna merah kecoklatan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam humus diantaranya asam humat dapat fulvat**.** |
| ===== Analisis Kimia Anorganik ===== |
| |
| **1. Total Phosphate (PO<sub>4 atau </sub> P)** |
| |
Hasil analisis kandungan total Phospat (PO<sub>4</sub>-P) menunjukkan bahwa konsentrasi phospat pada titik pantau A1 sebesar 0,3148 mg/l, pada titik pantau A2 sebesar 0,3291 mg/l, pada titik pantau A3 sebesar 0,3145 mg/l, titik pantau A4 sebesar 0,3098 mg/l dan konsentrasi pada titik pantau A5 sebesar 0,3121 mg/l. Nilai konsentrasi Phospat masih dalam ambang batas kriteria mutu air sungai kelas III sebesar 1 mg/l, sehingga dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Menurut Effendi (2003) kandungan fosfor total dalam perairan alamiah jarang melebihi 1 mg/liter. Tingkat maksimum Phospat yang disarankan untuk sungai dan perairan yang telah dilaporkan adalah 0,1 mg/l (Anhwange //et al.// 2012). | Hasil analisis kandungan total Phospat (PO<sub>4</sub>-P) menunjukkan bahwa konsentrasi phospat pada titik pantau A1 sebesar 0,3148 mg/l, pada titik pantau A2 sebesar 0,3291 mg/l, pada titik pantau A3 sebesar 0,3145 mg/l, titik pantau A4 sebesar 0,3098 mg/l dan konsentrasi pada titik pantau A5 sebesar 0,3121 mg/l. Nilai konsentrasi Phospat masih dalam ambang batas kriteria mutu air sungai kelas III sebesar 1 mg/l, sehingga dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Menurut Effendi (2003) kandungan fosfor total dalam perairan alamiah jarang melebihi 1 mg/liter. Tingkat maksimum Phospat yang disarankan untuk sungai dan perairan yang telah dilaporkan adalah 0,1 mg/l (Anhwange //et al.// 2012). |
| |
| **2. Nitrat (NO<sub>3</sub> atau N)** |
| |
Hasil analisis kandungan nitrat (NO<sub>3</sub>-N) menunjukkan bahwa konsentrasi phospat pada titik pantau A1 sebesar 31,567 mg/l, pada titik pantau A2 sebesar 32,510 mg/l, pada titik pantau A3 sebesar 34,021 mg/l, titik pantau A4 sebesar 35,582 mg/l dan konsentrasi pada titik pantau A5 sebesar 31,005 mg/l. Nilai konsentrasi Nitrat melebihi baku mutu air kelas I sebesar 10 mg/l, sehingga air tidak dapat digunakan untuk air baku air minum, prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar,peternakan, mengairi pertanaman, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Tingginya kandungan nitrat air terjadi karena kemungkinan bersumber dari limbah rumah tangga, dan pencucian pupuknitrogen. Selain itu, penambahan kandungan nitrat air juga berasal dari aktivitas bakteri yang terdapat pada badan air di mana terjadi proses nitrifikasi (perubahan ammonium menjadi nitrit) oleh bakteri. Hakim //et al // (1986) //dalam //Saputra (2012) menyatakan ammonium merupakan bentuk N yang pertama yang diperoleh dari penguraian protein melalui proses enzimatik yang dibantu oleh jasad heterotrofik seperti bakteri, fungi dan actinomycetes. Menurut Effendi (2003), kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter**.** | Hasil analisis kandungan nitrat (NO<sub>3</sub>-N) menunjukkan bahwa konsentrasi phospat pada titik pantau A1 sebesar 31,567 mg/l, pada titik pantau A2 sebesar 32,510 mg/l, pada titik pantau A3 sebesar 34,021 mg/l, titik pantau A4 sebesar 35,582 mg/l dan konsentrasi pada titik pantau A5 sebesar 31,005 mg/l. Nilai konsentrasi Nitrat melebihi baku mutu air kelas I sebesar 10 mg/l, sehingga air tidak dapat digunakan untuk air baku air minum, prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar,peternakan, mengairi pertanaman, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Tingginya kandungan nitrat air terjadi karena kemungkinan bersumber dari limbah rumah tangga, dan pencucian pupuknitrogen. Selain itu, penambahan kandungan nitrat air juga berasal dari aktivitas bakteri yang terdapat pada badan air di mana terjadi proses nitrifikasi (perubahan ammonium menjadi nitrit) oleh bakteri. Hakim //et al // (1986) //dalam //Saputra (2012) menyatakan ammonium merupakan bentuk N yang pertama yang diperoleh dari penguraian protein melalui proses enzimatik yang dibantu oleh jasad heterotrofik seperti bakteri, fungi dan actinomycetes. Menurut Effendi (2003), kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter**.** |
| |
| **3. Nitrit (NO<sub>2</sub> atau N)** |
| |
Hasil analisis kandungan nitrit (NO<sub>2</sub>-N) menunjukkan bahwa konsentrasi nitrit di semua titik pantau sebesar di bawah 0,020 mg/l. Nilai konsentrasi Nitrit di lahan gambut dan sungai, masih dalam ambang batas kriteria mutu air sungai kelas I sebesar 0,06 mg/l, sehingga air sungai dengan nilai parameter Nitrat sebesar <; 0,020 mg/l, masih dapat digunakan untuk air minum, sarana rekreasi, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan pertanian. Menurut Effendi (2003), kadar nitrit pada perairan relatif kecil, lebih kecil dari pada nitrat, karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Sumber nitrit berasal dari limbah industri dan limbah domestik. Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/lt dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/l (Effendi 2003). | Hasil analisis kandungan nitrit (NO<sub>2</sub>-N) menunjukkan bahwa konsentrasi nitrit di semua titik pantau sebesar di bawah 0,020 mg/l. Nilai konsentrasi Nitrit di lahan gambut dan sungai, masih dalam ambang batas kriteria mutu air sungai kelas I sebesar 0,06 mg/l, sehingga air sungai dengan nilai parameter Nitrat sebesar <; 0,020 mg/l, masih dapat digunakan untuk air minum, sarana rekreasi, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan pertanian. Menurut Effendi (2003), kadar nitrit pada perairan relatif kecil, lebih kecil dari pada nitrat, karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Sumber nitrit berasal dari limbah industri dan limbah domestik. Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/lt dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/l (Effendi 2003). |
| |
Hasil analisis kandungan Amonia (NH<sub>3</sub>-N) menunjukkan bahwa konsentrasi amonia pada titik pantau A1, A2, A3, A4 dan A5 di atas 0,5 mg/l. Nilai konsentrasi ammonia tidak dapat digunakan untuk air baku air minum, prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi pertanaman, dan peruntukan lain sebesar 0,5 mg/l, menurut kriteria mutu air berdasarkan kelas I PP No.82 tahun 2001. | **4. Amonia (NH3 atau N)** |
| |
Meningkatnya jumlah Amonia dapat disebabkan oleh bakteri //Azotobacter //sp. yang mungkin masih hidup melepaskan Nitrogen yang telah ditambat sebelumnya, dan adanya bakteri yang mungkin telah mengalami kematian kemudian mengalami proses dekomposisi dapat menjadi sumber N di dalam tanah sehingga meningkatkan jumlah amonia. Hal ini sesuai dengan pendapat Hindersah //et al//., (2004) yang menyatakan bahwa aktivitas //Azotobacter //sp.dalam menambat nitrogen jugaakan meningkatkan jumlah sel bakteri mati yang merupakan sumber nitrogen setelah bakteri tersebut mengalami dekomposisi. Menurut Effendi (2003), kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/l. Kadar ammonia yang tinggi, seperti tingginya kandungan nitrat mengindikasi adanya pembuangan limbah rumah tangga, dan kemungkinan pencucian pupuk nitrogen. | Hasil analisis kandungan Amonia (NH<sub>3</sub>-N) menunjukkan bahwa konsentrasi amonia pada titik pantau A1, A2, A3, A4 dan A5 di atas 0,5 mg/l. Nilai konsentrasi ammonia tidak dapat digunakan untuk air baku air minum, prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi pertanaman, dan peruntukan lain sebesar 0,5 mg/l, menurut kriteria mutu air berdasarkan kelas I PP No.82 tahun 2001. Meningkatnya jumlah Amonia dapat disebabkan oleh bakteri //Azotobacter //sp. yang mungkin masih hidup melepaskan Nitrogen yang telah ditambat sebelumnya, dan adanya bakteri yang mungkin telah mengalami kematian kemudian mengalami proses dekomposisi dapat menjadi sumber N di dalam tanah sehingga meningkatkan jumlah amonia. Hal ini sesuai dengan pendapat Hindersah //et al//., (2004) yang menyatakan bahwa aktivitas //Azotobacter //sp.dalam menambat nitrogen jugaakan meningkatkan jumlah sel bakteri mati yang merupakan sumber nitrogen setelah bakteri tersebut mengalami dekomposisi. Menurut Effendi (2003), kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/l. Kadar ammonia yang tinggi, seperti tingginya kandungan nitrat mengindikasi adanya pembuangan limbah rumah tangga, dan kemungkinan pencucian pupuk nitrogen. |
| |
| **5. Logam ** |
| |
Hasil analisa konsentrasi logam-logam berat yaitu Arsen, Timbal, Kobalt, Barium, Boron, Selenium, Kadmium, Khrom, Tembaga, Air Raksa Sianida, Khlorida, Seng, Fluorida, Sulfat, Khlorin bebas dan Belerang (berupa H<sub>2</sub> S) di semua titik pantau berada di bawah ambang batas kriteria mutu air sungai kelas I PP No.82 tahun 2001, sehingga air sungai dapat digunakan untuk air baku air minum, prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi pertanaman, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai densitas >; 5 g/cm<sup>3</sup> dalam air laut,logam berat terdapat dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Dalam kondisi alami ini, logam berat dibutuhkan oleh organisme untuk pertumbuhandan perkembangan hidupnya (Philips 1980 dan Effendi 2000). Peningkatan kadar logam berat dalam air akan mengakibatkanlogam berat yang semula dibutuhkan untuk berbagai proses metabolisme akan berubah menjadi racun bagi organisme akuatik**.** | Hasil analisa konsentrasi logam-logam berat yaitu Arsen, Timbal, Kobalt, Barium, Boron, Selenium, Kadmium, Khrom, Tembaga, Air Raksa Sianida, Khlorida, Seng, Fluorida, Sulfat, Khlorin bebas dan Belerang (berupa H<sub>2</sub> S) di semua titik pantau berada di bawah ambang batas kriteria mutu air sungai kelas I PP No.82 tahun 2001, sehingga air sungai dapat digunakan untuk air baku air minum, prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi pertanaman, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai densitas >; 5 g/cm<sup>3</sup> dalam air laut,logam berat terdapat dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Dalam kondisi alami ini, logam berat dibutuhkan oleh organisme untuk pertumbuhandan perkembangan hidupnya (Philips 1980 dan Effendi 2000). Peningkatan kadar logam berat dalam air akan mengakibatkanlogam berat yang semula dibutuhkan untuk berbagai proses metabolisme akan berubah menjadi racun bagi organisme akuatik**.** |
| ===== Analisis Kimia Organik dan Mikrobiologi ===== |
| |
Hasil analisa konsentrasi Fecal Coliform, Total Coliform, Minyak dan Lemak, Detergen dan Fenol di semua titik pantau berada di bawah ambang batas kriteria mutu air sungai kelas I PP No. 82 tahun 2001, sehingga air sungai dapat digunakan untuk air baku air minum, prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi pertanaman, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. | Hasil analisa konsentrasi Fecal Coliform, Total Coliform, Minyak dan Lemak, Detergen dan Fenol di semua titik pantau berada di bawah ambang batas kriteria mutu air sungai kelas I PP No. 82 tahun 2001, sehingga air sungai dapat digunakan untuk air baku air minum, prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi pertanaman, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. |
| |
[[https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkkmipa/article/view/26653|https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkkmipa/article/view/26653]] | [[https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkkmipa/article/view/26653|https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkkmipa/article/view/26653]] |
| |
| {{tag>rintisan}} |
| |
| |